Kalau ngomongin dunia kriminal di Indonesia, biasanya pikiran orang langsung kebayang narkoba, begal, atau korupsi pejabat. Tapi kali ini beda, gengs. Yang bikin heboh adalah aksi pembobolan rekening dormant bank dengan nilai fantastis. Bayangin aja, duit ratusan miliar bisa berpindah tangan cuma dalam waktu 17 menit. Iya, nggak salah baca—17 menit!
Kasus ini bukan sekadar pencurian biasa. Ada drama, ada tekanan psikologis, ada sindikat, sampai kepala cabang bank BUMN pun ikut terjerat. Kalau dibuat film, mungkin udah kayak gabungan antara Money Heist sama drama kriminal lokal versi nyata.
Artikel ini bakal ngulik tuntas: dari kronologi, siapa aja yang terlibat, gimana caranya bisa sampai lolos ke sistem core banking, sampai ancaman hukuman buat para pelaku. Jadi siap-siap, karena cerita ini panjang, detail, dan pastinya bikin kamu nggak nyangka dunia perbankan kita bisa punya celah segede ini.
Kronologi Singkat: 17 Menit yang Mengubah Segalanya
Awal Rencana Sindikat
Menurut penyelidikan, sejak awal Juni 2025, sekelompok orang yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset mulai melakukan pendekatan ke Kepala Cabang Pembantu BNI di Jawa Barat. Dari sinilah awal masalah dimulai.
Mereka nggak cuma ngobrol ngalor ngidul, tapi benar-benar memaparkan cara kerja sindikat, siapa berperan apa, gimana proses eksekusi, dan bahkan sampai pembagian hasil. Jadi, bukan sekadar main-main, tapi udah ada skenario matang kayak script drama.
“Kami sampaikan bahwa jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing dari mulai persiapan, eksekusi, sampai tahap pembagian hasil,” kata Brigjen Pol Helfi dalam konferensi pers.
Tekanan Psikologis: Kepala Cabang Jadi Korban
Bagian paling serem adalah cara mereka bikin kepala cabang nurut. Sindikat ini nggak main halus, melainkan pakai ancaman keselamatan keluarga. Jadi si kepala cabang dipaksa buat nyerahin user ID aplikasi Core Banking System, baik miliknya maupun teller.
Kalau nggak nurut? Nyawa dia dan keluarganya bisa jadi taruhan. Bayangin, dalam posisi kayak gitu siapa sih yang nggak ciut? Inilah momen di mana posisi kepala cabang benar-benar serba salah: mau nolak, taruhannya nyawa; mau nurut, jelas melanggar hukum.
Eksekusi Jumat Malam
Setelah semuanya disepakati, aksi eksekusi dilakukan pada Jumat, jam 18.00 WIB, alias setelah jam operasional bank tutup. Kenapa pilih waktu itu? Simpel aja: karena sistem deteksi bank lebih longgar, jadi kemungkinan ketahuan bisa ditekan.
Seorang mantan teller yang udah ngerti sistem internal bank ditunjuk jadi eksekutor utama. Dalam waktu 17 menit, dia berhasil melakukan 42 kali transaksi dengan total mencapai Rp204 miliar. Duit itu langsung masuk ke beberapa rekening penampungan.
Barang Bukti yang Disita
Polisi nggak tinggal diam. Dari penggeledahan dan penyidikan, ditemukan berbagai barang bukti yang bikin mata melotot:
- Uang tunai sekitar Rp24 miliar
- 22 unit telepon genggam
- 1 hard disk
- 2 DVR CCTV
- 1 mini PC
- 1 notebook
Selain itu, dana sebesar Rp24 miliar yang sempat ditransaksikan berhasil dipulihkan. Jadi bisa dibilang, walaupun nilainya besar banget, polisi masih cukup sigap buat ngeblokir pergerakan uang itu biar nggak hilang total.
Siapa Saja Tersangkanya?
Polisi menetapkan 9 orang tersangka. Dari karyawan bank, mantan teller (yang jadi eksekutor), sampai orang-orang yang berperan dalam tindak pidana pencucian uang. Jadi ini bukan kerjaan satu-dua orang aja, tapi benar-benar sindikat dengan jaringan rapi.
Kalau ditarik garis besar, tersangkanya terbagi jadi tiga:
- Orang dalam – kepala cabang dan teller.
- Eksekutor – mantan karyawan bank yang paham sistem.
- Sindikat luar – yang ngatur strategi, nyiapin rekening penampungan, dan memaksa kepala cabang.
Jerat Hukum: Ancaman Berat Menanti
Kalau udah main di level ini, pasal yang menjerat pun nggak main-main. Polisi menjerat para pelaku dengan berbagai undang-undang, di antaranya:
- Tindak pidana perbankan → 15 tahun penjara + denda Rp200 miliar.
- Undang-undang ITE → 6 tahun penjara + denda Rp600 juta.
- Pidana transfer dana → 20 tahun penjara + denda Rp20 miliar.
- Tindak pidana pencucian uang (TPPU) → 20 tahun penjara + denda Rp10 miliar.
Kalau semua dijumlah, hukuman maksimalnya bisa bikin para pelaku menghabiskan sisa hidup di balik jeruji.
Analisis: Kenapa Bisa Sampai Terjadi?
Celah Keamanan di Perbankan
Salah satu faktor terbesar kenapa kasus ini bisa terjadi adalah adanya celah keamanan di core banking system. Kalau user ID kepala cabang bisa dipakai untuk akses ilegal, berarti ada masalah serius di kontrol internal.
Peran Orang Dalam
Tanpa peran kepala cabang atau teller, sindikat luar nggak akan bisa masuk sejauh ini. Jadi, kasus ini lagi-lagi nunjukkin bahwa orang dalam adalah salah satu titik paling rawan di dunia perbankan.
Modus Tekanan Psikologis
Beda sama pencurian digital murni yang biasanya pakai hacking, di kasus ini ada unsur pemaksaan fisik dan psikologis. Jadi bukan sekadar cybercrime, tapi udah gabungan antara kejahatan konvensional dan kejahatan digital.
Reaksi Publik: Netizen Heboh
Setelah kasus ini mencuat ke media, komentar publik langsung rame banget. Banyak yang kaget kenapa bank sebesar BNI bisa kecolongan sampai ratusan miliar.
Ada yang nyindir, ada juga yang takut, karena ternyata tabungan orang di bank bisa aja rawan kalau ada oknum dalam yang main nakal.
“Kalau duit segede itu aja bisa ilang dalam 17 menit, gimana sama duit recehan kita? Aman nggak sih bank sekarang?” tulis salah satu netizen di Twitter.
Dampak ke Dunia Perbankan
Kasus ini jelas bikin dunia perbankan kaget dan malu. Ada beberapa dampak yang bisa kita lihat:
- Kepercayaan nasabah terguncang. Orang jadi was-was taruh duit di bank.
- Audit internal diperketat. Bank-bank lain pasti langsung waspada dan ngerombak SOP.
- Sanksi regulator. OJK dan BI bisa jadi bakal kasih teguran keras.
- Efek domino. Kasus ini bisa bikin investor ragu.
17 Menit Bobol Rekening Dormant
Kasus bobol rekening dormant Rp204 miliar ini jadi salah satu catatan hitam di dunia perbankan Indonesia. Dalam waktu singkat, sindikat berhasil nunjukkin kalau celah sistem masih bisa dimanfaatkan.
Walaupun akhirnya polisi bergerak cepat dan berhasil menetapkan 9 tersangka plus mengamankan dana yang sempat dipindahkan, kasus ini tetap ninggalin luka besar.
Yang jelas, buat kita sebagai masyarakat, pelajaran pentingnya adalah: jangan terlalu percaya buta sama sistem, karena pada akhirnya, keamanan bank juga bergantung sama manusianya.