Baru-baru ini terjadi kasus seorang pegawai Bank Maluku di Cabang Namlea, Kabupaten Buru, Maluku, yang menggelapkan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk judi online. Pegawai berinisial ES ini memanfaatkan posisinya untuk mengakses dan mentransfer dana titipan Bank Indonesia (BI) ke rekening pribadinya.
ES melancarkan aksinya dengan modus membuat pencatatan palsu dan memanipulasi sistem perbankan. Ia melakukan penarikan dana secara bertahap selama setahun, mulai dari Desember 2022 hingga Desember 2023, dengan nominal yang bervariasi antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta.
Kasus ini terbongkar setelah adanya laporan dari pihak Bank Maluku. Tim Subdit II Fismondev Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan. ES pun berhasil ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan pengakuannya, ES menggunakan sebagian besar uang hasil gelapannya untuk bermain judi online. Sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kasus ini tentu sangat merugikan Bank Maluku dan juga para nasabahnya. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi pihak perbankan untuk meningkatkan sistem keamanan dan pengawasan internalnya agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari.
Kasus ini masih dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian. Diharapkan pelaku dapat dihukum sesuai dengan sanksinya dan uang yang digelapkannya dapat dikembalikan.
Penting untuk diingat bahwa bermain judi online merupakan kegiatan ilegal dan dapat membawa dampak negatif bagi pelakunya. Bagi masyarakat, diharapkan lebih berhati-hati dalam bertransaksi di perbankan dan memastikan bahwa dana mereka aman.
Modus Pelaku Mengakali Sistem Perbankan
Berdasarkan informasi yang saya temukan, modus yang digunakan pelaku untuk menyembunyikan aksinya dalam kasus penggelapan dana Bank Maluku di Namlea ini adalah dengan melakukan beberapa langkah berikut:
1. Melakukan pencatatan palsu:
ES membuat catatan palsu dan memanipulasi sistem perbankan untuk menyembunyikan jejak penarikan dananya. Ia mengubah data transaksi di sistem bank agar seolah-olah dana tersebut masih ada.
2. Penarikan bertahap:
ES menarik dana secara bertahap dalam jumlah yang bervariasi, tidak sekaligus dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan agar tidak menarik perhatian pihak bank atau menimbulkan kecurigaan. Nominal penarikan berkisar antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta per bulan.
3. Melakukan transaksi di luar jam kerja:
ES diduga melakukan beberapa transaksi di luar jam kerja resmi bank untuk menghindari pengawasan dari rekan-rekan kerjanya.
4. Menyalahgunakan kewenangan:
Sebagai karyawan bank, ES memiliki akses ke sistem dan data keuangan bank. Ia memanfaatkan akses ini untuk melancarkan aksinya tanpa sepengetahuan pihak bank.
5. Menutupi kekurangan dana:
ES mungkin menggunakan cara-cara lain untuk menutupi kekurangan dana di kas bank, seperti memindahkan dana dari rekening lain atau melakukan pencatatan ganda.
Perlu diingat bahwa informasi ini berdasarkan pemberitaan di media dan mungkin masih ada detail lain yang belum terungkap. Otoritas terkait masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap modus operandi pelaku secara menyeluruh.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi pihak perbankan untuk memperkuat sistem keamanan dan pengawasan internalnya, termasuk sistem IT, untuk mencegah terjadinya penipuan dan penggelapan dana oleh oknum pegawai. Selain itu, edukasi dan pelatihan bagi karyawan bank juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah terjadinya tindak kejahatan di lingkungan perbankan.