Tue. Apr 15th, 2025

Revisi UU TNI 2025: Kembali ke Dwifungsi? Atau Sekadar Pembenahan?

Revisi UU TNI 2025
Revisi UU TNI 2025
76 / 100 SEO Score

JAKLAMER – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) 2025 sedang menjadi sorotan tajam. Ada yang melihat ini sebagai langkah maju bagi profesionalisme TNI, tetapi ada juga yang khawatir bahwa perubahan ini justru mengembalikan militer ke wilayah sipil, mirip dengan konsep Dwifungsi ABRI di masa Orde Baru.

Banyak netizen yang fokus pada pasal yang membahas penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, tetapi ada banyak poin lain yang perlu dicermati. Operasi Militer Selain Perang (OMSP), kewenangan Presiden, hingga perubahan dalam sistem pensiun—semuanya berpotensi mengubah wajah TNI dan hubungan sipil-militer di Indonesia.

Jadi, apakah revisi ini benar-benar membawa perbaikan atau malah melanggengkan kontrol militer dalam kehidupan sehari-hari? Mari kita bedah satu per satu.


Perbandingan UU TNI 2004 vs Revisi 2025

UU TNI 2004 lahir sebagai bagian dari reformasi pasca-Orde Baru. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa TNI tetap profesional dan tidak lagi berperan dalam politik praktis atau pemerintahan sipil.

Namun, UU TNI 2025 membawa beberapa perubahan mendasar, terutama terkait peran dan kewenangan militer dalam urusan sipil. Berikut adalah beberapa perbedaan krusial antara versi lama dan revisi terbaru:

Perubahan Signifikan dalam UU TNI 2025

AspekUU TNI 2004Revisi UU TNI 2025
Operasi Militer Selain Perang (OMSP)Harus mendapat izin DPRTidak perlu izin DPR, cukup keputusan Presiden
Kewenangan Presiden dalam pengerahan TNITerbatas, harus berkonsultasi dengan DPRBisa langsung mengerahkan TNI lewat peraturan pemerintah
Peran TNI dalam dunia siberTidak disebutkanTNI bisa berperan dalam mengatasi ancaman siber
Keamanan wilayah daratHanya di perbatasanBisa di seluruh wilayah darat
Usia pensiun prajurit58 tahun (Perwira), 53 tahun (Bintara/Tamtama)Bisa diperpanjang untuk perwira tinggi, bahkan setelah pensiun bisa diaktifkan kembali

Dari tabel di atas, terlihat bahwa UU TNI 2025 memberikan kewenangan lebih luas kepada Presiden dan memperbesar peran TNI dalam urusan non-pertahanan.

Baca Juga  Babinsa hingga Bhabinkamtibmas Bakal Pakai Ransus Maung MV3 Buatan Pindad,

Kontroversi Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

TNI Bisa Bergerak Tanpa Izin DPR

Salah satu perubahan paling kontroversial dalam revisi ini adalah pengerahan TNI untuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) tanpa perlu izin DPR. Dalam UU sebelumnya, setiap kali pemerintah ingin menggunakan TNI untuk tugas non-perang (misalnya menangani konflik dalam negeri), mereka harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.

Namun, dalam revisi terbaru, Presiden cukup mengeluarkan peraturan pemerintah atau keputusan presiden untuk menggerakkan TNI. Ini jelas memperbesar kekuasaan eksekutif, yang bisa jadi alat politik di masa depan.

🔹 Kutipan Pakar:
“Tanpa mekanisme kontrol yang jelas, ini bisa menjadi celah bagi pemerintah untuk menggunakan TNI demi kepentingan politik tertentu,” kata seorang analis militer dari Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS).

Ancaman bagi Demokrasi?

Bayangkan skenario di mana ada demonstrasi besar-besaran, lalu pemerintah memutuskan bahwa aksi ini masuk kategori “konflik komunal.” Dengan revisi UU ini, TNI bisa langsung diterjunkan tanpa perlu konsultasi DPR.

Ini sangat berbahaya bagi demokrasi, karena militer bisa digunakan untuk meredam suara rakyat tanpa pengawasan parlemen.


Ancaman Kembalinya Dwifungsi?

Apa Itu Dwifungsi ABRI?

Buat yang belum tahu, Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang memberi militer dua peran sekaligus:

  1. Pertahanan dan keamanan, seperti tugas utama militer pada umumnya.
  2. Peran sosial-politik, di mana TNI juga bisa terlibat dalam pemerintahan, ekonomi, dan kehidupan sipil.

Di era Orde Baru, doktrin ini membuat militer masuk ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, dari gubernur, bupati, hingga pengelolaan bisnis nasional.

Apakah Revisi UU TNI 2025 Menghidupkan Kembali Dwifungsi?

Beberapa poin dalam revisi ini mirip dengan konsep Dwifungsi, misalnya:

  1. Peran TNI dalam keamanan wilayah darat diperluas—bukan hanya di perbatasan, tetapi juga di seluruh wilayah.
  2. Militer diperbolehkan ikut menangani konflik sosial—ini bisa jadi celah untuk ikut campur dalam urusan sipil.
  3. TNI bisa berperan dalam urusan siber—padahal ini sebelumnya lebih banyak diurus oleh sipil.

🔹 Kutipan Sejarawan:
“Salah satu ciri utama Dwifungsi ABRI adalah keterlibatan militer dalam urusan sipil. Dengan UU baru ini, kita melihat adanya pola yang serupa,” ujar seorang peneliti dari LIPI.


Perpanjangan Usia Pensiun: Solusi atau Masalah Baru?

Lonjakan Perwira Non-Job

Revisi UU TNI 2025 mengatur bahwa usia pensiun perwira bisa diperpanjang hingga beberapa kali, bahkan setelah pensiun mereka masih bisa diaktifkan kembali.

Baca Juga  OTT KPK di Bengkulu: Calon Gubernur Ditangkap, Uang Ditemukan & Reaksi Masyarakat

Dampaknya? Stagnasi karier dan lonjakan jumlah perwira non-job.

Data terbaru dari Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS) menunjukkan bahwa:

  • 120 perwira tinggi (Jenderal bintang 1 ke atas) saat ini tidak memiliki jabatan.
  • 310 kolonel juga mengalami hal yang sama.

Jika usia pensiun diperpanjang, jumlah perwira non-job akan semakin banyak, sehingga berpotensi memperburuk manajemen personel di dalam tubuh TNI.

🔹 Kutipan Mantan Jenderal:
“Dengan sistem ini, yang muda-muda semakin sulit naik pangkat. Akibatnya, motivasi dan dinamika di tubuh TNI bisa terganggu,” kata seorang mantan jenderal yang enggan disebut namanya.


Maju atau Mundur?

Dari semua pembahasan di atas, revisi UU TNI 2025 bisa dibilang merupakan langkah mundur dalam reformasi militer Indonesia.

🔸 Kelebihan revisi ini:
✅ Memberikan TNI peran lebih besar dalam menghadapi ancaman siber.
✅ Menegaskan kedudukan TNI dalam pertahanan nasional.

🔹 Tapi, ada banyak kekhawatiran:
Memperbesar kekuasaan Presiden dalam pengerahan militer.
Mengaburkan batas antara peran TNI dan Polri.
Berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Sebagai warga negara, kita harus terus mengawal revisi UU ini. Jangan sampai militer kembali menguasai kehidupan sipil, seperti di era sebelum reformasi.

Bagaimana menurut kalian? Apakah revisi ini membawa perbaikan atau justru ancaman bagi demokrasi? 🤔💬

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *